BAB
1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
belakang
Air merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kelangsungan
hidup manusia. Hal ini dikarenakan manusia tidak hanya membutuhkan air untuk
kebutuhan tubuh, tetapi berbagai kebutuhan lainnya seperti mencuci, memasak,
dan lainnya. Akan tetapi tidak semua daerah mempunyai sumberdaya air yang baik.
Manusia sering dihadapkan pada permasalahan yang sulit ketika sumber air tawar
yang terbatas dan di lain pihak terjadi peningkatan kebutuhan. Wilayah pesisir
pantai dan pulau-pulau ditengah lautan lepas merupakan daerah yang sangat
miskin akan sumber air bersih. Sumber daya air yang terdapat di daerah ini
umumnya berkualitas buruk misalnya air tanahnya yang payau atau asin. Sekitar
16,42 juta jiwa penduduk Indonesia merupakan masyarakat yang hidup di kawasan
pesisir. Pilihan untuk hidup di kawasan pesisir tentu sangat relevan mengingat
banyaknya potensi sumber daya alam hayati maupun non-hayati, sumber daya buatan
serta jasa lingkungan yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat. Namun hal
ini tidak menjadikan sepenuhnya masyarakat pesisir sejahtera. Masih rendahnya
produktivitas mereka menyebabkan mereka sulit untuk keluar dari
ketidaksejahteraan.
Dengan kenyataan seperti ini sebenarnya sudah banyak upaya
manusia untuk mengolah air asin/payau menjadi air tawar dengan menggunakan
berbagai teknologi. Seperti yang kita ketahui bahwa sumber air asin itu begitu
melimpah, walaupun kualitasnya sangat buruk karena banyak air laut menjadi air
tawar tersebut dikenal mengandung kadar garam sangat tinggi. Sering terdengar ketika musim
kemarau mulai datang maka masyarakat yang tinggal di daerah pantai mulai kekurangan air. Air
hujan yang merupakan sumber air yang telah disiapkan di bak penampung air hujan
(PAH) sering tidak dapat mencukupi kebutuhan pada musim kemarau.
Pada era industrialisasi
dengan kemajuan yang sangat pesat seperti sekarang ini juga mengakibatkan
kenaikan tingkat sosial ekonomi masyarakat. Keadaan tersebut ditambah dengan
terus meningkatnya jumlah penduduk akan semakin memacu peningkatan jumlah
kebutuhan dasar manusia, khususnya air bersih. Dengan meningkatnya permintaan
akan air bersih dan semakin terbatasnya sumberdaya air di alam, maka
peningkatan efisiensi proses pengolahan air juga merupakan syarat utama.
Untuk mengatasi permasalahan diatas, salah
satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan akan air tawar adalah dengan
pengolahan air laut menjadi air tawar dengan menggunakan teknologi
distilasi,mengingat sumber air laut yang sangat melimpah.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka
masaalah yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Berapa volume air tawar yang dihasilkan
dari proses destilasi?
2.
Bagaimana grafik hubungan antara suhu kaca,
lingkungan dengan volume air hasil destilasi?
3.
Apakah alat yang digunakan dalam
penelitian ini dapat digunakan untuk membantu memenuhi kebutuhan masyarakat
akan air?
1.3
Batasan
Masalah
Dalam hal ini, untuk mempersingkat
dan memperjelas suatu penelitian agar dapat dibahas dengan baik dan tidak
meluas, maka perlu direncanakan batasan masalah yang terdiri dari :
1.
Air yang diolah dan dibuat menjadi air
tawar adalah air laut,
2.
Proses pembuatan air tawar adalah proses
destilasi,
3.
Waktu pelaksanaan tiap hari tidak
berubah.
1.4
Tujuan
Penelitian
Tujuan dari penelitian ini terdiri dari :
1.
Untuk mengetahui besarnya volume air
tawar yang dihasilkan dari proses destilasi.
2.
Untuk memperoleh grafik hubungan antara
suhu kaca, lingkungan dengan volume air hasil destilasi.
3.
Untuk membantu masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan akan air agar mudah diperoleh.
1.5
Manfaat
Penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara
lain :
1.
Diharapkan melalui pengolahan air laut
menjadi air tawar dengan proses destilasi memberikan alternatif kepada masyarakat
dalam mengatasi permasalahan meningkatnya biaya pembelian bahan baku air untuk
pemenuhan kebutuhan air bersih.
2.
Sebagai sumber referensi bagi pembaca
dan peneliti selanjutnya tentang pengolahan air laut dengan proses destilasi.
1.6
Sistematika
Penulisan
Dalam penelitian ini, sistematika
penulisan akan dibagi menjadi lima (5) bab yang saling berhubungan antara bab yang satu dengan bab yang lainnya
sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh. Adapun sistematika penulisan dapat
diuraikan sebagai berikut :
Bab
I Pendahuluan
Pada bab ini
membahas tentang apa yang menjadi latar belakang penelitian, batas dan
perumusan masalah, tujuan dari penelitian ini, manfaat, dan sistematika
penulisan.
Bab
II Landasan Teori
Dalam bab ini
menguraikan tentang konsep umum air laut, pengertian air bersih, manfaat
pengelolaan air laut menjadi air tawar, dan definisi pengolahan air laut
menjadi air tawar dengan proses destilasi.
Bab
III Metodologi Penelitian
Dalam bab ini
membahas tentang metode penelitian yang diantaranya adalah ide piker
penelitian, lokasi dan waktu penelitian, alat dan bahan yang digunakan dalam
penelitian, pembuatan alat, proses pengambilan data, variabel penelitian,
analisa hasil
Bab
IV Hasil dan Pembahasan
Dalam bab ini
menguraikan tentang pengolahan data hasil penelitian diantaranya, hasil
penamatan di lapangan, laju penguapan, grafik hubungan antara volume air per
luas penampang dengan waktu.
Bab
V Kesimpulan dan Saran
Dalam bab ini
menguraikan tentang kesimpulan dari hasil penelitian yang dilaksanakan dan
memberikan saran-saran yang dianggap perlu untuk keperluan penelitian
selanjutnya.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Air
Air adalah zat atau materi
atau unsur yang penting bagi semua bentuk kehidupan yang diketahui sampai saat
ini di bumi. Air dapat berubah wujud dapat berupa zat cair atau sebutannya
“air”, dapat berupa benda padat yang disebut “es”, dan dapat pula berupa gas
yang dikenal dengan nama “uap air”. Perubahan fisik bentuk air ini tergantung
dari lokasi dan kondisi alam. Ketika dipanaskan sampai 100oC maka air berubah menjadi uap dan pada
suhu tertentu uap air berubah kembali menjadi air. Pada suhu yang dingin di
bawah 0oC air berubah menjadi benda padat yang
disebut es atau salju.
Air dapat juga berupa air
tawar (fresh water) dan dapat pula berupa air asin (air laut) yang
merupakan bagian terbesar di bumi ini. Di dalam lingkungan alam proses,
perubahan wujud, gerakan aliran air (di permukaaan tanah, di dalam tanah, dan
di udara) dan jenis air mengukuti suatu siklus keseimbangan dan dikenal dengan
istilah siklus hidrologi (Kodoatie dan Sjarief, 2010).
Air tawar adalah air dengan kadar garam
dibawah 0,5 ppt (Nanawi, 2001). Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengendalian Kualitas Air dan Pengendalian Kualitas
Pencemaran, Bab I Ketentuan Umum pasal 1, menyatakan bahwa : “Air tawar adalah
semua air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, kecuali air laut
dan air fosil.”, sedangkan menurut Undang-Udang RI No. 7 Tahun 2004 tentang
Sumber Daya Air (Bab I, Pasal 1), butir 2 disebutkan bahwa “Air adalah semua air
yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam
pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di
darat.”. Butir 3 menyebutkan “Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan
atau batuan di bawah permukaan tanah.”. Karakteristik kandungan dan sifat fisis
air tawar sangat bergantung pada tempat sumber mata air itu berasal dan juga
teknik pengolahan air tersebut.
2.2 Kebutuhan Air
Air merupakan salah satu
kebutuhan pokok mahluk hidup termasuk manusia. Dalam kehidupan sehari-hari
keberadaan air sangatlah penting. Karena keberadaannya yang sangat penting,
maka keberadaan dan penggunaanya perlu dijaga dengan baik. Irianto (2004)
mengemukakan bahwa kebutuhan air yang dimasukan dalam tubuh tergantung dari
jumlah air yang dikeluarkan tubuh. Air yang dimasukan dalam tubuh dapat berupa
air minum, makanan, dan buah- buahan. Pengeluaran air dari tubuh sebagai bentuk
sisa metabolisme atau karena penyakit tertentu. Penderita penyakit muntah berak
(Cholera) akan mengeluarkan banyak cairan dari dalam tubuh. Kekurangan cairan
dari dalam tubuh dapat menyebabkan dehidrasi yang dapat mengakibatkan kematian.
Air di dalam tubuh memiliki fungsi antara lain yaitu :
(a) membantu proses
pencernaan yang memungkinkan terjadinya reaksi biokimia dalam tubuh,
(b) menjaga kerja alat tubuh
tidak terganggu,
(c) membuang zat sisa dari
dalam tubuh serta menjaga suhu tubuh agar tetap normal.
Menurut dokter dan ahli
kesehatan manusia wajib minum air putih delapan gelas per hari. Tumbuhan dan
binatang juga mutlak membutuhkan air. Semua organisme yang hidup tersusun dari
sel-sel yang berisi air sedikitnya 60% dan aktivitas metaboliknya mengamil
tempat di larutan air (Enger dan Smith, 2009). Tanpa air keduanya akan mati.
Sehingga dapat dikatakan air merupakan salah satu sumber kehidupan. Dengan kata
lain air merupakan zat yang paling esensial dibutuhkan oleh mkhluk hidup. Dapat
disimpulkan bahwa untuk kepentingan manusia dan kepentingan komersial lainnya,
ketersediaan air dari segi kualitas maupun kuantitas mutlak diperlukan.
Di Amerika Serikat ditentukan 600 liter
per kapita per hari (Linsley dan Franzini, 1985). Di Indonesia diperlukan air
berkisar 100 – 150 liter/orang /hari. Kebutuhan air minimal untuk daerah
pedesaan menurut standar WHO adalah sebesar 60 liter/orang/hari (Sanropie,
1984). Menurut Irianto (2004) setiap hari selama 24 jam manusia membutuhkan
asupan air sekitar 2,5 liter.
2.3 Standar Kualitas Air Bersih
Standar kualitas air adalah
ketentuan-ketentuan yang biasa dituangkan dalam bentuk pernyataan atau angka
yang menunjukkan persyaratan yang harus dipenuhi agar air tersebut tidak
menimbulkan gangguan kesehatan, penyakit, gangguan teknis dan gangguan dalam
segi estetika (Sanropie, 1984). Secara kimia standar kualiatas air bersih dibagi
ke dalam lima bagian, yaitu :
(a) di dalam air minum tidak
boleh terdapat zat-zat yang beracun,
(b) tidak ada zat yang menimbulkan
gangguan kesehatan,
(c) tidak mengandung zat-zat kimia yang melebihi
batas tertentu sehingga bisa menimbulkan gangguan teknis,
(d) tidak boleh mengandung zat-zat kimia yang
melebihi batas tertentu sehingga bias menimbulkan
gangguan ekonomi.
Dengan mengacu pada persyaratan di atas,
maka keberadaan zat-zat kimia masih diperbolehkan dalam air minum asalkan
jumlahnya tidak melebihi batas yang telah ditentukan oleh Baku Mutu Air Minum.
Secara biologis, air minum
tidak boleh mengandung kuman parasit, kuman patogen, dan bakteri coli.
Persyaratan bakteriologis air bersih berdasarkan kandungan jumlah total bakteri
Coliform dalam air bersih setiap 100 ml air contoh menurut Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990 adalah :
(a) air bersih yang berasal dari selain perpipaan, kadar maksimum
yang diperbolehkan untuk jumlah total bakteri Coliform setiap 100 ml air contoh
jumlahnya tidak boleh melebihi 50.
(b) Air bersih yang berasal dari perpipaan, kadar maksimum total
bakteri Coliform tidak diperbolehkan melebihi 10 per 100 ml air contoh.
Sedangkan secara fisik, air bersih
haruslah jernih, tidak berbau, dan tidak berwarna.
2.4 Pengertian Air Laut
Laut adalah kumpulan air asin dalam
jumlah yang banyak dan luas yang menggenangi dan membagi daratan atas benua
atau pulau. Jadi laut adalah merupakan air yang menutupi permukaan tanah
yang sangat luas dan umumnya mengandung garam dan berasa asin. Biasanya air
mengalir yang ada di darat akan bermuara ke laut.
Aur laut merupakan air yang berasal dari laut, memiliki rasa asin,
dan memiliki salinitas sebesar 35, hal ini berarti untuk setiap satu liter air
laut terdaapat 35 gram garam yang terlarut di dalamnya. Kandungan garam-garaman
utama yang terdapat dalam air laut antara lainklorida (55%),natrium (31%),
sulfat (8%), magnesium (4%), kalsium (1 %), potaseium (1%), dan sisanya (kurang
dari 1%) terdiri dari bikarbonat, bromide, asam borak, strontium, dan florida.
Keberadaan garam-garaman ini mempengaruhi sifat-sifat fisis air laut seperti
densitas, kompresibilitas, dan titik beku (homig, 1978). Air dengan salinitas
tersebut tentuny tidak dapat dikonsumsi.
2.5 Perbeaan Air Laut Dengan Air Tawar
Perbedaan air laut dengan air tawar
antara lain yaitu :
a.
Air laut mempunyai rasa asin, sedangkan
air tawar tidak. Hal ini karena air laut mengandung kadar garam sebanyak 3,5 %,
sedangkan air tawar tidak mengandung
garam.
b.
Kuantitas air laut di bumi jauh lebih
besar dari pada jumlah air tawar. 97% air di bumi adalah air laut, dan hanya 3%
berupa air tawar.
c.
Air laut lebih padat dari pada air
tawar, karena kadar garam yang terkandung dalam air laut menambah massa namun
tidak mempengaruhi volume dari air laut tersebut.
d.
Air laut mengandung ion terlarut lebih
besar dari pada air tawar. Ion-ion yang keberadaannya melimpah di dalam air
laut adalah natrium, klorida, magnesium, sulfat, dan kalsium.
e.
Kandungan unsur kimia dalam air laut:
Clorida (Cl), Natrium (Na), Magnesium (Mg), Sulfur (S), calium (Ca), Kalsium
(K), Brom (Br), Carbon (C), Cr, B. Sedangkan kandungan unsur kimia dalam air
tawar: zat kapur, besi, timah, magnesium, tembaga, sodium, chloride, dan
chlorine.
2.6 Manfaat Pengelolaan Air Laut
Manfaat yang dapat diperoleh dari
pengelolaan air laut antara lain adalah :
1.
Memberikan solusi terhadap krisis air
bersih. Dengan adanya pengelolaan air laut menjadi air tawar yang dapat
dikonsumsi masyarakat dapat mengatasi adanya krisis air bersih.
2.
Pengelolaan air laut menjadi air tawar
yang layak konsumsi bisa mengurangi penggunaan air bawah tanah yang diyakini
sebagai penyebab utama penurunan tanah di beberapa tempat di Indonesia.
3.
Dalam penggelolaan air laut yang
mengandung garam menjadi air tawar ini bisa menghasilkan garam dapur yang juga
dapat dikonsumsi.
4.
Pengelolaan air laut menjadi air
tawar ini juga bisa menjadi sebuah
kesempatan bisnis yang menguntungkan bagi perusahaan air minum nasional maupun
internasional untuk mampu menyediakan air minum sehat bagi pelanggannya.
2.7 Pengolahan Air
Tidak semua air yang terdapat di alam
layak untuk dikonsumsi. Agar dapat layak dikonsumsi, diperlukan upaya
pengolahan air. Upaya pengolahan air pada hakikatnya adalah untuk memenuhi
kebutuhan dengan mengacu pada syarat kuantitas, kualitas, kontinuitas, dan
ekonomis. Air laut memiliki kadar garam sekitar 33.000 mg/lt, sedangkan kadar garam
pada air payau berkisar 1000 – 3000 mg/lt. Air minum tidak boleh mengandung
garam lebih dari 400 mg/lt. Agar air laut atau air payau bias dikonsumsi
sebagai air minum maka perlu proses pengolahan terlebih dahulu. Pengolahan air
laut menjadi air minum pada dasarnya adalah menurunkan kadar garam sampai dengan konsentrasi kurang dari
400 mg/lt.
2.8 Desalinasi
Desalinasi
merupakan suatu teknologi pengolahan air. Desalinasi merupakan proses
untuk mendapatkan air dengan kemurnian tinggi atau untuk memperoleh air bersih
dari air yang memiliki kadar garam tinggi, seperti air laut. Ada beberapa
penjelasan tentang desalinasi ini, salah satunya yaitu mengartikan bahwa
Desalinasi berarti hanya suatu proses pemisahan air tawar dari air asin. Ada
juga yang mengartikan bahwa desalinasi merupakan proses untuk menghilangkan
kandungan garam di air yang terdiri dari cation (ion positif) dan anion (ion
negative). Menurut Retno, 2001 Proses desalinasi biasanya digunakan untuk
mengolah air laut menjadi air bebas mineral yang dapat dikonsumsi oleh manusia.
Ada beberapa teknologi dalam proses desalinasi,
yakni proses distilasi atau penguapan, teknologi proses dengan menggunakan
membrane atau filtrasi, dan proses pertukaran ion. Proses desalinasi dengan
cara distilasi adalah metode pemisahan dengan cara memanaskan air laut untuk
menghasilkan uap air, yang selanjutnya dikondensasi untuk menghasilkan air bersih..
Sedangkan pada proses dengan cara membrane adalah pemisahan air laut dengan air
tawar dengan cara pemberian tekanan dan menggunakan membran reserve osmosis
atau dengan cara elektrodialisa.
Pada sistem desalinasi dengan menggunakan membrane
RO, air pada larutan garam dipisahkan dari garam terlarutnya dengan
mengalirkannya melalui membran water-permeable. Permeate dapat mengalir melalui
membran akibat adanya perbedaan tekanan yang diciptakan antara umpan bertekanan
dan produk, yang memiliki tekanan dekat dengan tekanan atmosfer. Sisa umpan
selanjutnya akan terus mengalir melalui sisi reaktor bertekanan sebagai brine.
Proses ini tidak melalui tahap pemanasan ataupun perubahan fasa.
2.8.1
Desalinasi
Air Laut Dengan Sistem Osmosis Balik
Pada sistem desalinasi dengan menggunakan membrane
RO, air pada larutan garam dipisahkan dari garam terlarutnya dengan
mengalirkannya melalui membran water-permeable. Permeate dapat mengalir melalui
membran akibat adanya perbedaan tekanan yang diciptakan antara umpan bertekanan
dan produk, yang memiliki tekanan dekat dengan tekanan atmosfer. Sisa umpan
selanjutnya akan terus mengalir melalui sisi reaktor bertekanan sebagai brine.
Proses ini tidak melalui tahap pemanasan ataupun perubahan fasa.
Reverse osmosis (Osmosis terbalik) adalah sebuah
istilah teknologi yang berasal dari osmosis. Osmosis adalah sebuah fenomena
alam dalam sel hidup di mana molekul "solvent" (biasanya air) akan
mengalir dari daerah berkonsentrasi rendah ke daerah Berkonsentrasi tinggi
melalui sebuah membran semipermeabel. Membran semipermeabel ini menunjuk ke
membran sel atau membran apa pun yang memiliki struktur yang mirip atau bagian
dari membran sel. Gerakan dari "solvent" berlanjut sampai sebuah
konsentrasi yang seimbang tercapai di kedua sisi membran.
Reverse osmosis adalah sebuah proses pemaksaan
sebuah solvent dari sebuah daerah konsentrasi "solute" tinggi melalui
sebuah membran ke sebuah daerah "solute" rendah dengan menggunakan
sebuah tekanan melebihi tekanan osmotik. Dalam istilah lebih mudah, reverse
osmosis adalah mendorong sebuah solusi melalui filter yang menangkap
"solute" dari satu sisi dan membiarkan pendapatan "solvent"
murni dari sisi satunya.
Reverse osmosis merupakan suatu metode pembersihan
melalui membran semi permeable. Pada proses membran, pemisahan air dari
pengotornya didasarkan pada proses penyaringan dengan skala molekul, dimana
suatu tekanan tinggi diberikan melampaui tarikan osmosis sehingga akan memaksa
air melalui proses osmosis terbalik dari bagian yang memiliki kepekatan tinggi
ke bagian yang mempunyai kepekatan rendah. Selama proses tersebut terjadi,
kotoran dan bahan yang berbahaya akan dibuang sebagai air tercemar (limbah).
Molekul air dan bahan mikro yang berukuran lebih kecil dari Reverse Osmosis
akan tersaring melalui membran. Di dalam membran Reverse Osmosis tersebut
terjadi proses penyaringan dengan ukuran molekul, yakni partikel yang
molekulnya lebih besar daripada molekul air misalnya molekul garam, besi dan
lainnya, akan terpisah dan dalam membran osmosis balik harus mempunyai
persyaratan tertentu, misalnya kekeruhan harus nol, kadar besi harus
<0,1>.
Untuk merakit suatu
unit RO diperlukan
beberapa alat pendukung seperti : Mesin Las, Bor listrik,
Alat potong/gergaji, Obeng, Palu, Lem, Kunci, Gurinda dan alat pertukangan.
Pompa Semi Jet
Pompa Jet
Pump Pompa Celu Gambar 1. Pompa Air Baku dan
Pompa Celup
Tangki Reaktor Tangki Kimia dan Pompa Dosing
Gambar 2. Tangki Reaktor, Tangki Kimia dan Pompa Dosing
Gambar 3. Filter
Pasir, Mangan dan Carbon Gambar 4.
Cartridge Filter
Gambar 4. Membran Tabung Gambar 5. Unit RO
Gambar 6.
Generator Listrik 10 KVA 380 V dan Panel Listrik
2.8.2
Proses
Desalinasi Air Laut Dengan Membran Reverse Osmosis atau Filtrasi
Reverse osmosis (Osmosis balik)
adalah sebuah istilah teknologi yang berasal dari osmosis. Osmosis adalah
sebuah fenomena alam dalam sel hidup di mana molekul "solvent"
(biasanya air) akan mengalir dari daerah berkonsentrasi rendah ke daerah Berkonsentrasi
tinggi melalui sebuah membran semipermeabel.
Dalam
penyaringan terdiri dari dua unit, yaitu unit pengolahan awal dan unit osmosa
balik. Unit pengolahan awal terdiri dari pompa air baku, tangki reaktor
(kontaktor), saringan pasir, filter mangan zeolit, filter untuk penghilangan
warna (color removal), dan filter cartridge ukuran 0,5 µm. Sedangkan unit
osmosa balik terdiri dari pompa tekanan tinggi, membran Osmosa Balik, pompa
dosing klorine, dan sterilisator ultra violet (UV).
Berikut ini
adalah gambaran susunan dari unit reverse osmosis.
Gambar 8. Proses Desalinasi Air laut dengan Reverse Osmosis
Gambar 7. Susunan unit reverse osmosis
Air baku (air
laut) dipompa ke tangki reaktor (kontaktor), sambil diinjeksi dengan larutan
klorin atau Kalium Permanganat agar zat Besi atau Mangan yang larut dalam air
baku dapat dioksidasi menjadi bentuk senyawa oksida Besi atau Mangan yang tak
larut dalam air serta untuk membunuh mikroorganisme yang dapat menyebabkan
biofouling (penyumbatan oleh bakteri) di dalam membran Osmosa Balik.
Dari tangki
reaktor, air dialirkan ke saringan pasir cepat agar senyawa Besi atau Mangan
yang telah teroksidasi dan juga padatan tersuspensi (SS) yang berupa partikel
halus, plankton dan lainnya dapat disaring. Air yang keluar dari saringan pasir
selanjutnya dialirkan ke filter Mangan Zeolit. Dengan adanya filter Mangan
Zeolit ini, zat Besi atau Mangan yang belum teroksidasi di dalam tangki reaktor
dapat dihilangkan sampai konsentrasi < 0,1 mg/l. Zat Besi dan Mangan ini harus
dihilangkan terlebih dahulu karena dapat menimbulkan kerak (scale) di dalam
membran Osmosa Balik. Air dialirkan ke filter penghilangan warna. Filter ini
mempunyai fungsi untuk menghilangkan senyawa warna dalam air baku yang dapat
mempercepat penyumbatan membran Osmosa Balik. Setelah melalui filter
penghilangan warna, air dialirkan ke filter cartridge yang dapat menyaring
partikel dengan ukuran 0,5 µm.
Air dialirkan
ke unit Osmosa Balik dengan menggunakan pompa tekanan tinggi sambil diinjeksi
dengan zat anti kerak (antiskalant) dan zat anti biofouling. Air yang keluar
dari modul membran Osmosa Balik yakni air tawar dan air buangan garam yang
telah dipekatkan. Selanjutnya air tawarnya dipompa ke tangki penampung sambil
dibubuhi dengan klorine dengan konsentarsi tertentu agar tidak terkontaminasi
kembali oleh mikroba, sedangkan air garamnya dibuang lagi ke laut.
Sistem desalinasi ini mempunyai keunggulan dan kelemahan. Beberapa keunggulan yang didapat berdasarkan kajian
ekonomi dan hasil yang dicapai, untuk proses pengolahan air dengan metode
reverse osmosis adalah sebagai berikut :
a. Mengurangi kebutuhan laboratorium,
b. Dapat mencapai pada tekanan tinggi,
c. Dapat mengurangi kandungan garam, karbonat, total
hardness, sulfat, dannitrat dari air umpan. Zat-zat yang tidak terlarut dalam
air juga dipisahkan seperti koloid dan bakteri.
d. Untuk umpan padatan total terlarut di bawah 400 ppm,
osmosis balik merupakan perlakuan yang murah.
e. Untuk umpan padatan total terlarut di atas 400 ppm,
dengan penurunan padatan total terlarut 10% semula, osmosis balik sangat
menguntungkandibanding dengan deionisasi.
f. Untuk umpan berapapun konsentrasi padatan total
terlarut, disertai kandungan organic lebih daripada 15 g/liter, osmosis balik
sangat baik untuk praperlakuan deionisasi.
g. Osmosis balik sedikit berhubungan dengan bahan kimia,
sehingga lebih praktis.
Sedangkan Kelemahan yang sering didapat pada
pengolahan air menggunakan metode reverse osmosis adalah sering terjadinya
penyumbatan (fouling/clogging) karena bahan – bahan tertentu pada permukaan
membran seperti membran berkerak karena pengendapan garam terlarut dalam air
karena konsentrasi air cukup pekat dan batas kelarutan terlampaui. Kerak dapat
berupa kalsium karbonat atau sulfat,silika, dan kalsium klorida, dan
perawatannya lebih mahal dibandingkan dengan pengolahan secara konvensional.
Selain itu air umpan harus diolah terlebih dahulu untuk menghilangkan
partikulat-partikulat, Operasi RO membutuhkan material dan alat dengan kualitas
standar yang tinggi, serta terdapat kemungkinan terjadi pertumbuhan bakteri
pada membran itu sendiri.
2.8.3
Desalinasi
Air Laut Dengan Metode Destilasi
Destilasi merupakan istilah
lain dari penyulingan, yakni proses pemanasan suatu bahan pada berbagai
temperatur, tanpa kontak dengan udara luar untuk memperolah hasil tertentu.
Penyulingan adalah perubahan bahan dari bentuk cair ke bentuk gas melalui
proses pemanasan cairan tersebut, dan kemudian mendinginkan gas hasil
pemanasan, untuk selanjutnya mengumpulkan tetesan cairan yang mengembun
(Cammack, 2006).
Salvato (1972) mengemukakan
bahwa destilasi sangat berguna untuk konversi air laut menjadi air tawar.
Konversi air laut menjadi air tawar dapat dilakukan dengan teknik destilasi
panas buatan, destilasi tenaga surya, elektrodialisis, osmosis, gas hydration,
freezing, dan lain-lain. Homig (1978) menyatakan bahwa untuk pembuatan
instalasi destilator yang terpenting adalah harus tidak korosif, murah, praktis
dan awet.
Pusat Penelitian dan
Pengembangan Permukiman telah mengembangkan destilator tenaga surya atap kaca
sebagai teknologi terapan untuk penyulingan air laut. Alat ini cocok untuk
daerah pantai dan daerah sulit air. Data teknis dan spesifikasi alat yang
dikembangkan adalah terdiri pengumpul kalor, kaca penutup kanal kondensat,
kotak kayu dan sistem isolasi. Kimpraswil (2004), mengklaim bahwa dengan
destilator tenaga surya bisa dihasilkan air tawar 6-8 liter/hari, sedangkan
Marsum (2004) menemukan bahwa destilator tenaga surya dengan dimensi ruang
pemanas 94 cm x 48 cm, mampu mengahasilakn air tawar sebanyak 1,34 – 2,95
l/hari atau rata-rata 1,88 l/hari.
Gambar 8. Prototipe
destilator tenaga surya (Kimpraswil, 2004)
Meinawati (2010) menyatakan
bahwa suatu alat desalinator air laut tipe evaporasi dengan ukuran panjang 100
cm, lebar 60 cm, dan tinggi 100 cm mampu menghasilkan 93 ml air tawar per hari.
Hasil tersebut diperoleh ketika radiasi yang dipancarkan matahari mencapai 398
cal/cm2/hari. Radiasi surya yang menimpa
desalinator mempengaruhi total volume destilat yang dihasilkan. Semakin tinggi
radiasi surya yang dapat diserap oleh air laut menyebabkan suhu air laut
semakin tinggi. Jika suhu air laut semakin tinggi maka pergerakan molekul di
dalamnya semakin cepat dan terjadi tumbukan antar molekul, sehingga akan
semakin mempercepat proses perpindahan massa dari cairan ke gas (penguapan).
2.8.4 Multistage
Flash Distillation System (Destilasi Bertingkat)
Sistem
ini merupakan pengembangan dari sistem distilasi biasa, yaitu air laut
dipanaskan untuk menguapkan air laut dan kemudian uap air yang dihasilkan
dikondensasi untuk memperoleh air tawar yang ditampung di tempat terpisah
sebagai hasil dari proses distilasi dan dikenal sebagai air distilasi, seperti
gambar berikut.
Gambar 9. Destilasi Sederhana
Pada
sistem distilasi bertingkat (Multistage Flash Distillation System), air
laut dipanaskan berulang-ulang pada setiap tingkat distilasi dimana tekanan
pada tingkat sebelumnya dibuat lebih rendah dari tingkat berikutnya. Berikut
contoh gambar sistem MSF yang disederhanakan yang aktualnya dibangun sampai
lebih dari sepuluh tingkat.
Gambar 10. Destilasi Bertingkat
Gambar di atas
memperlihatkan empat tahap evaporator.
Setiap tahap selanjutnya dibagi menjadi flash chamber yang
merupakan ruangan yang terletak dibawah pemisah kabut dan bagian kondensor yang
terletak diatas pemisah kabut. Air laut dialirkan dengan pompa ke dalam bagian
kondensor melalui tabung penukar panas dan hal ini menyebabkan terjadi
pemanasan air laut oleh uap air yang terjadi dalam setiap flash chamber.
Kemudian air laut selanjutnya dipanaskan dalam pemanas garam dan kemudian
dialirkan ke dalam flash chamber tahap pertama.
Setiap tahap dipertahankan dengan kondisi vakum tertentu
dengan sistem vent ejector, dan beda tekanan antara tahap-tahap
dipertahankan dengan sistem vent orifices yang terdapat pada vent
penyambung pipa yang disambung di antara tahap-tahap. Air laut yang telah panas
mengalir dari tahap bertemperatur tinggi ke tahap bertemperatur rendah melalui
suatu bukaan kecil antara setiap tahap yang disebut brine orifice,
sementara itu penguapan tiba-tiba (flash evaporates) terjadi dalam
setiap chamber. Dan air laut pekat (berkadar garam tinggi) keluar dari
tahap terakhir dengan menggunakan pompa garam (brine pump). Uap air
yang terjadi dalam flash chamber pada setiap tahap mengalir melalui pemisah
kabut, dan mengeluarkan panas laten ke dalam tabung penukar panas sementara air
laut mengalir melalui bagian dalam dan kemudian uap berkondensasi. Air yang
terkondensasi dikumpulkan dalam penampung dan kemudian dipompa keluar
sebagai air tawar.
(Sumber: Kelompok
Teknologi Pengelolaan Air Bersih dan Limbah Cair, Pusat Pengkajian
dan Penerapan Teknologi Lingkungan, BPPT).
2.8.5
Desalinasi
Dengan Metode Elektrodialisis
Proses elektrodialisis
prinsipnya adalah dihamburkannya ion-ion oleh tenaga potensi listrik melalui
membrane selektif yang dapat ditembus oleh ion tertentu. Pada metode ini,
aliran listrik dialirkan melalui air oleh dua electrode (Gambar 2). Kedua
elektrode tersebut dipisahkan satu sama lain oleh membran. Ion-ion di dalam
larutan akan tertarik oleh elektrode menembus membran, sehingga air yang
tertinggal menjadi bersih dari garam-garam anorganik. Air yang telah
dibersihkan dengan cari ini dapat digunakan kembali atau diolah lebih lanjut.
Elektrodialisis adalah gabungan antara
elektrokimia dan penukaran ion. Elektrodialisis yang disingkat ED merupakan
proses pemisahan elektrokimia dengan ion-ion berpisah melintas membran selektif
anion dan kation dari larutan encer kelarutan membran lebih pekat akibat aliran
arus searah atau DC sedangkan ED-Balikan atau ED-Reversal atau (EDR) adalah
proses ED namun kutub/polaritas elektroda-elektrodanya dibalik dengan daur
waktu tertentu, sehingga membalik pula arah gerak ion dalam jajaran membrannya.
Sistem ini digunakan untuk mengubah air payau menjadi air minum atau untuk
memekatkan buangan atau limbah agar dapat dipakai ulang atau juga sebagai
pralakuan atas umpan air padatan total terlarut (PTT) tinggi sebelum masuk
kesistem penukaran ion.
Gambar 11. Sel
elektrodialisis (Wagner, 1971)
Penggunaan metode elektrodialisis
mempunyai dua masalah utama dalam penanganan air limbah. Masalah pertama
dikarenakan molekul organik yang tidak dapat dihilangkan dengan cara ini
cenderung untuk terkumpul pada membrane sehingga mengurangi efektifitas sel
elektrodialisis. Masalah kedua adalah tempat untuk membuang larutan garam yang
diproduksi. Karena masalah tersebut, proses ini mempunyai keterbatasan hanya
dapat dilakukan di daerah dekat dengan badan air laut yang besar dimana
pembuangan mungkin dilakukan (Fardiaz, 1992). Pengolahan air dengan cara ini
tidak cocok digunakan karena mahalnya biaya operasional yaitu sekitar USD 325
per 1000m3.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Maret sampai pada bualan April 2014, sedangkan untuk
lokasi penelitian dibagi menjadi dua tahap yaitu proses perancangan, pembuatan
dan proses pengamatan serta pengambilan data akan dilaksanakan pada Desa Kulati,
Kecamatan Tomia Timur, Kabupaten Wakatobi.
3.1.1
Profil Kabupten Wakatobi
Kabupaten Wakatobi terletak di
Kepulauan Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi. Kabupaten Wakatobi bila ditinjau
dari peta Propinsi Sulawesi Tenggara secara geografis terletak di bagian
selatan garis khatualistiwa, memanjang dari utara ke selatan diantara 5.00° -
6.25° Lintang Selatan (sepanjang ± 160 km) dan membentang dari Barat ke Timur
diantara 123.34° - 124.64° Bujur Timur (sepanjang ± 120 km). Kabupaten Wakatobi
memiliki luas wilayah daratan ± 823 km² atau hanya sekitar 4.5 % dari total
wilayah Kabupaten Wakatobi secara keseluruhan. Sisanya merupakan wilayah
perairan laut yang luasnya mencapai ± 18.377 km². Kabupaten Wakatobi terdiri
dari delapan wilayah kecamatan yang semuanya berada di wilayah kepulauan yaitu:
a. Kecamatan Wangi-wangi.
b. Kecamatan Wangi-wangi
Selatan.
c. Kecamatan
Kaledupa.
d. Kecamatan
Kaledupa Selatan.
e. Kecamatan
Tomia.
f. Kecamatan Tomia
Timur.
g. Kecamatan
Binongko.
h. Kecamatan Togo
Binongko.
Kabupaten Wakatobi secara geografis berbatasan dengan
beberapa wilayah, diantaranya:
a. Sebelah
Utara berbatasan dengan Kabupaten Buton dan Muna
b. Sebelah
Timur berbatasan dengan Laut Banda
c. Sebelah
Selatan berbatasan dengan Laut Flores dan
d. Sebelah
Barat berbatasan dengan Kabupaten Buton
Kabupaten Wakatobi memiliki keunggulan
daya tarik wisata baik dari keindahan laut maupun budaya marine antropologis.
Pulau Wakatobi berada di kawasan timur Indonesia dan ujung sebelah tenggara
Propinsi Sulawesi Tenggara sangat strategis untuk dikembangkan menjadi daerah
transit travell dari daerah Bali, Makassar dan Maluku. Pengelolaan yang baik
dan terarah akan memberikan dampak positif serta peluang wisata bagi
perkembangan wisata di Kabupaten Wakatobi.
Hasil Sensus Penduduk 2010, Penduduk Kabupaten Wakatobi
berjumlah
92.922 Jiwa,
terdiri dari 44.638 laki-laki dan 48.284 perempuan. Penyebaran
Penduduk Kabupaten Wakatobi terbanyak di Kecamatan Wangi-Wangi
Selatan yakni sebesar 26,32 persen, diikuti Kecamatan Wangi-Wangi
sebesar 25,14 persen dan Kecamatan Kaledupa sebesar 10,75 persen.
Sedangkan Kecamatan lainnya di bawah 10,00 persen. Togo Binongko,
Kaledupa Selatan dan Tomia adalah tiga Kecamatan yang memiliki jumlah
Penduduk paling sedikit masing-masing 4.753 Jiwa, 6.634 Jiwa dan 6.907
Jiwa. Kecamatan Wangi-Wangi Selatan merupakan daerah yang paling
banyak Penduduknya yakni sebesar 24.455 Jiwa.
Luas wilayah Kabupaten Wakatobi sekitar 425,97 kilo meter
persegi yang
didiami oleh
92.922 Jiwa, rata-rata tingkat kepadatan penduduknya adalah sebesar 218,14
Jiwa per kilo meter persegi. Kecamatan yang paling tinggi tingkat
kepadatan penduduknya adalah Kecamatan Wangi-Wangi Selatan sebesar 545,26
Jiwa per kilo meter persegi sedangkan yang paling rendah adalah
Kecamatan Togo Binongko sebesar 99,31 Jiwa per kilo meter persegi.
Secara umum kondisi
hidrologi di pulau-pulau yang ada di
Kepulauan Wakatobi adalah bersumber dari air
tanah, yang berbentuk semacam goa (masyarakat
Wakatobi menyebutnya Topa) yang dipengaruhi pasang surut air laut,
sehingga rasanya tidak terlalu tawar. Semakin dekat
sumber air tersebut ke laut semakin payau rasa air
tersebut. Di seluruh pulau-pulau yang ada di
kawasan TNW semuanya tidak mempunyai sungai,
sehingga air hujan yang jatuh langsung diserap oleh tumbuhan dan
sebagian lagi mengalami aliran permukaan. Air hujan oleh kebanyakan
masyarakat Wakatobi ditampung dalam bak
penampungan sebagai cadangan air dalam
musim kemarau yang digunakan untuk kebutuhan rumah tangga dan air minum.
3.1.2
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Desa Kulati merupakan desa yang berada
pada wilayah Kecamatan Tomia Timur Kabupaten Wakatobi, dimana secara geografis
dan geologi Desa Kulati ini merupakan desa paling timur dan merupakan salah
satu desa yang sampai detik ini masyarakat desa Kulati belum mendapatkan
pelayanan air bersih untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Secara umum Desa Kulati
berbatasan dengan :
a. Sebelah
Utara berbatasan dengan Laut
Banda
b. Sebelah Timur
berbatasan dengan Laut
Banda
c. Sebelah
Selatan berbatasan dengan Desa
Dete
d. Sebelah
Barat berbatasan dengan Desa
Wawotimu
Berdasarkan data pada kantor desa setempat, penduduk Desa
Kulati pada tahun 2012 berjumlah 784 jiwa, dimana terdiri dari 388 laki-laki
dan 396 perempuan, dengan tingkat pertambahan penduduk rata-rata per tahun
sebesar 1,12 %. Selama berpuluh-puluh tahun
masyarakat desa Kulati memperoleh kebutuhan air bersihnya dengan mengambil air
dari mata air yang terdapat pada Te’e Timu, dimana pada kawasan ini terdapat
beberapa sumber mata air yang rencananya akan di jadikan sebagai bahan baku air
bersih. Jarak yang ditempuh masyarakat desa Kulati untuk memperoleh air bersih
dari desa Kulati ke tempat sumber mata air bersih yaitu berjarak ± 960 km dengan medan jalan
yang cukup sulit karena harus naik turun
bukit. Dengan jarak dan medan jalan tersebut sudah bisa disimpulkan bahwa
selama ini masyarakat desa Kulati cukup lelah dan sengsara untuk memperoleh air
bersih. Di Desa Kulati sendiri terdapat beberapa penampungan air bersih yang
bersumber dari air hujan yang dikelola secara mandiri dirumah masing-masing
oleh warga namun tidak mencukupi kebutuhan akan air bersih selama musim kemarau
berlangsung. Sumber air bersih yang terdapat pada kawasan Te’e Timu seperti
pada Gambar yang terlampir merupakan
sumber air bersih yang selama ini digunakan oleh masyarakat desa Kulati untuk
memenuhi kebutuhan akan air bersihnya dan terdapat beberapa alternatif (Te’e Famakuni dan Te’e To’oha).
Kebutuhan air bersih masyarakat desa Kulati selama ini sebagian dipenuhi oleh bak
penampungan air hujan yang terdapat dirumah masing-masing warga, namun tidak dapat memenuhi kebutuhan akan air
bersih selama musim kemarau berlangsung. Usaha penjernihan air pada penampungan air hujan yang dilakukan selama ini diproduksi dengan menggunakan
teknologi yang sangat sederhana yaitu dengan jalan mengandalkan proses penampungan saja. Proses yang dilakukan adalah sebagai berikut : air
hujan
yang turun melalui atap rumah dialirkan kedalam bak penampungan. Walaupun air hujan tidak layak untuk
dikonsumsi karena mengandung banyak zat berbahaya untuk kesehatan seperti
toksin, zeng dan bakteri ecoli yang tercampur dalam penampungan, namun
masyarakat desa Kulati seakan tidak perduli akan hal tersebut karena bagi
mereka yang terpenting adalah kebutuhan akan air bersihnya terpenuhi. Sebenarnya apabila pengolahan air bersih
ini dapat terleasasikan warga desa Kulati tidak perlu menerapkan teknologi
pengolahan secara lengkap karena sumber mata airnya tidak tercemar oleh bahan
pencemar, namun untuk menjaga kesehatan warga dan hal-hal yang tidak di inginkan
di kemudian hari maka pengolahan air bersih akan tetap diterapkan walaupun
secara sederhana.
Penelitian ini diharapkan bisa
dikembangkan yang kemudian sangat bisa
membantu warga masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya akan air,
mengingat sulitnya untuk mendapatkan air bersih di daerah ini.
3.2. Alat dan Bahan Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam proses pembuatan meliputi
gergaji kayu, palu, bor listrik, mesin gerinda, obeng, roll meter, amplas,
kikir, kuas, penggaris siku, dan pemotong kaca. Alat-alat yang digunakan untuk
uji coba alat meliputi, termometer raksa, botol plastik, botol kaca, tali
rafia, gelas ukur, lembar data, pulpen, stopwatch, lakban, dan ember.
Bahan-bahan yang digunakan dalam
proses pembuatan meliputi kayu ukuran 4x7, paku, triplek, lem kayu,
paralon, lakban, serat fiber, cat hitam,
alumunium foil, alumunium ukuran 4x6 cm, bingkai alumunium, kaca transparan 5
mm, engsel pintu, baut, lem silikon, keran, drum plastik, sedangkan bahan yang
butuhkan dalam uji coba berupa sampel air laut sebanyak 20 liter.
3.3. Pembuatan Alat
Pengerjaan
alat disusun ke dalam beberapa tahap yang mencangkup perencanaan dan pola
pelaksanaan kerja. Desain cara kerja alat diatur sesuai algoritma pada Gambar 3
meliputi: persiapan, perumusan masalah, perancangan model, pengujian model,
perancangan perangkat, penyatuan perangkat, dan pengujian sistem. Perancangan
model meliputi pembuatan desain dan pemilihan bahan yang akan digunakan.
Pemilihan bahan yang tepat sangat mempengaruhi kinerja dan daya tahan alat.
Yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bahan untuk pembuatan alat destilasi
adalah sifat korosifnya. Untuk itu bahan-bahan yang digunakan adalah
bahan-bahan yang tidak korosif.
Pembuatan
alat mencangkup pembuatan bak, pembuatan atap ruang evaporasi, dan pembuatan
saluran keluaran dari air tawar. Bagian-bagian yang telah dibuat pada tahap
sebelumnya didisebut menjadi alat destilator. Selanjutnya dilakukan ujicoba,
ujicoba mencangkup pengukuran parameter yang mempengaruhi kinerja alat
destilasi.
|
Tidak
Ya
vSelesai
Gambar 12.
Diagram Alir Pembuatan Alat
Alat
ini merupakan alat destilasi dengan prinsip evaporasi yang terdiri dari dua
bagian utama yaitu bak penjemuran (Gambar 2) dan ruang evaporasi (Gambar 3).
Bak penjemuran (a) terbuat dari bahan fiber yang dicat warna hitam
dengan ukuran 80 x 40 x 5 cm dan 100 x 50 x 5 cm. Penggunaan bak yang terbuat
dari fiber ditujukan untuk menghindari korosi yang disebabkan oleh air
laut, sedangkan pemilihan warna hitam bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
bak penjemuran menyerap kalor. Selain sebagai wadah penjemuran air, bak
tersebut juga berperan sebagai kolektor pelat datar yang berfungsi untuk
menyerap panas. Energi matahari akan memanasi permukaan pelat kolektor secara
langsung sehingga panas yang terserap lebih besar. Untuk mengurangi kehilangan
energi panas ke lingkungan maka di sisi luar bak penjemuran dilapisi insulator
(b) berupa sterofoam dengan ketebalan 3 cm. Pada bagian luar, sebagai penahan
atap ruang evaporasi dibuat cassing dari kayu dengan ketebalan 6 cm (c). Pada
bagian bawah ini juga terdapat saluran air tawar hasil destilasi (d) yang
terbuat dari pipa PVC.
Keterangan: (a)= Bak penjemuran
(b)= Insulator (sterofoam)
(c)= Kayu
(d)= Saluran output
(e)= Ruang evaporasi
Gambar 13. Bagian bawah
alat pemisah garam dan air tawar
e
Gambar 14. Alat
Destilasi yang akan digunakan
Ruang
evaporasi terbuat dari bahan alumunium untuk menghindari terjadinya korosi (e).
Sedangkan dinding dari ruang evaporasi terbuat dari kaca transparan ketebalan 4
mm (f). Ruangan ini memiliki tinggi 60 cm dengan kemiringan penutup 40o.
Kemiringan kaca penutup tidak boleh terlalu landai agar embun yang terbentuk
pada kaca penutup tidak jatuh kembali ke bak penjemuran tetapi mengalir ke
saluran air hasil destilasi. Penggunaan kaca dipilih sebagai penutup
dikarenakan kaca mempunyai sifat kaku, tahan terhadap panas matahari, memiliki
daya tembus yang baik. Selain itu kaca merupakan bahan yang baik untuk
mengalirnya air.
3.4. Proses Pengambilan Data
Proses
pengambilan data dilakukan dengan cara menjemur 20 liter air laut hingga air laut
tersebut menguap. Selama proses penjemuran tersebut dilakukan pengukuran suhu
lingkungan, kaca, dan air laut serta volume air hasil destilasi
Pengambilan data
suhu dan volume air hasil destilasi dilakukan mulai dari pukul 08.00 sampai
dengan pukul 16.00, karena pada jam itu dianggap sebagai waktu yang maksimal untuk
melakukan pengamatan dan alat dapat bekerja secara aptimal. Semua air destilasi
yang di tampung diukur setiap 1 jam menggunakan gelas ukur agar hasil peneliian
lebih akurat. Suhu diukur menggunakan termometer raksa dengan pencatatan setiap
1 jam pula.
3.5. Analisa Hasil
Pengolahan data
pada penelitian ini akan di analisa pada Microsoft Word dan Microsoft Exel yang kemudian disajikan dalam bentuk tabel, gambar dan
grafik.
3.6. Flow Chart Penelitian
Gambar 15. Bagan Alir Penelitian
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Uji Coba Lapangan
Paremeter suhu yang diukur
pada penelitian ini meliputi suhu lingkungan, kaca, dan air. Suhu merupakan
faktor eksternal yang akan mempengaruhi produktivitas suatu alat destilasi air
laut. Suhu lingkungan yang diukur sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca,
kelembaban relatif udara, dan wilayah atau kondisi geografis yang bersifat
relatif dan tidak dapat dikendalikan.
Dari hasil pengamatan
diperoleh nilai suhu yang berubah-ubah tiap harinya tergantung dari besarnya
intensitas matahari yang diterima. Suhu lingkungan yang diperoleh dari hasil
pengujian selama enam hari berkisar antara 22-34 ºC. Suhu minimum terjadi pada saat hujan, yaitu pada hari kedua dan
hari kelima. Pada saat suhu lingkungan turun, maka suhu kaca juga ikut turun.
Hal ini disebabkan karena suhu kaca dipengaruhi secara langsung oleh suhu
lingkungan. Pada penelitian ini diperoleh suhu kaca pada kisaran 28-41 ºC. Suhu air kurang
berpengaruh langsung terhadap suhu lingkungan, hal ini disebabkan karena air
merupakan penyimpan panas yang baik. Suhu air tidak langsung turun apabila suhu
lingkungan turun. Suhu air yang diperoleh di percobaan ini berkisar antara
30-58 ºC. Secara detail hasil
pengukuran suhu lingkungan,kaca, dan air dapat dilihat pada grafik di bawah
ini.
Suhu dalam ruangan evaporasi lebih
tinggi dari suhu lingkungan disebabkan karena suatu fenomena yang sering
disebut sebagai green house effect (efek rumah kaca). Wisnubroro (2004)
mengatakan bahwa sinar matahari memiliki panjang gelombang ( λ ) antara 0,15-4
μm, dan hanya panjang gelombang antara 0,32-2 μm yang mampu menembus kaca
transparan dengan membawa energi panas. Ketika melewati kaca sinar matahari
mengalami perubahan panjang gelombang dari 0,32-2 μm menjadi 3-80 μm. Akibatnya
sinar matahari tidak dapat keluar dan terkurung di dalam ruangan evaporasi.
Energi panas yang terbawa oleh sinar matahari tersebut akan terakumulasi
sehingga suhu di dalam ruangan evaporasi akan meningkat.
4.2. Laju Penguapan
Dari hasil percobaan yang
dilakukan selama enam hari, diperoleh rata-rata air tawar dalam tiap harinya
sebanyak 531,16 ml. Air tawar yang dihasilkan disini merupakan uap dari air
laut yang ditahan oleh kaca untuk kemudian dialirkan melalui pipa menuju penampungan
air tawar yang telah disediakan. Jumlah air tawar hasil destilasi terendah
terdapat pada hari kedua yaitu sebesar 314 ml. Hal ini dikarenakan pada hari
tersebut cuaca sedang mendung sehingga intensitas matahari yang diterima alat
destilasi tidak optimal. Suhu lingkungan pada hari tersebut berkisar antara
21-28 °C, dengan rata-rata 22,78 °C. Selain itu
pada hari tersebut terjadi hujan sehingga air laut dalam ruang evaporator belum
mencapai suhu yang optimal. Jumlah air tawar maksimal terdapat pada hari keena.
Pada hari tersebut intensitas matahari yang diterima maksimal sehingga dapat
menaikkan suhu kaca dan air. Suhu lingkungan pada hari tersebut berkisar antara
25-36 °C, dengan rata-rata 30 °C. Secara detail
rata-rata air tawar yang dihasilkan secara enam hari melalui proses destilasi
ini dapat dilihat pada diagram di bawah ini.
Pada diagram diatas terlihat
bahwa kuntitas air hasil destilasi setiap hari berbeda-beda, hal ini disebabkan
karena suhu lingkungan yanhg berbeda setiap hari juga. Volume air hasil
destilasi minimum terjadi pada hari ke -2, hal ini disebabkan karena pada hari
cuaca mendung dan kemudian terjadi hujan, sedangkan volume air hasil destilasi
maksimum terjadi pada hari keenam karena pada hari itu cuaca cerah dan sangat
panas sehingga penguapan sangat cepat dan maksimal.
Kuantitas air hasil
destilasi ditentukan oleh proses penguapan dari air laut dalam ruangan
evaporasi dan proses pengembunan yang terjadi di kaca penutup. Proses penguapan
akan semakin baik apabila suhu air laut dalam ruangan evaporasi semakin tinggi.
Semakin tinggi suhu suatu zat cair maka pergerakan molekul di dalamnya akan
semakin cepat hingga terjadi tumbukan antar molekul yang akan menyebabkan
semakin cepatnya proses perpindahan massa dari cairan ke gas (penguapan).
Proses pengembunan dipengaruhi oleh suhu kaca penutup ruang evaporasi. Uap yang
terbentuk akan diubah menjadi bentuk cair apabila mengenai benda yang suhunya
lebih rendah (kaca penutup). Semakin rendah suhu kaca penutup maka proses
pengembunan akan semakin cepat terjadi.
Kuantitas air hasil destilasi pada
penelitian ini belum maksimal sehingga masih dapat ditingkatkan lagi bila uji
coba dilakukan pada musim kemarau. Kondisi sinar matahari yang maksimal akan
mengakibatkan penguapan (uap air) yang maksimal. Uap air yang banyak akan
menghasilkan embun atau air tawar yang banyak pula. Menurut Lakitan (2002) laju
evaporasi di Indonesia terjadi secara bervariasi tergantung ketinggian tempat
dan waktu. Pada bulan Januari – April laju evaporasi masih rendah, puncaknya
terjadi pada bulan Juni – September. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada
bulan Maret – April 2005. Ini berarti pada periode dimana terjadi kondisi laju
penguapan rendah.
4.3. Hubungan Antara Selisih Suhu Lingkungan,Kaca Dengan Volume Air
Destilasi
Volume air hasil destilasi
berhubungan positif dengan suhu lingkungan. Persamaan regresi hubungan antara
suhu lingkungan dan volume air yang diperoleh adalah y= 75.86x - 1425.2, dimana
y adalah rata-rata volume air hasil destilasi dan x adalah suhu
lingkungan. Setiap kenaikan suhu lingkungan sebesar 1°C, meningkatkan laju pertambahan volume
air hasil destilasi sebanyak 75.86 ml, begitu juga dengan hubungan antara suhu
kaca dengan volume air yang diperoleh yaitu y = 39.76x - 720.38, dimana setiap kenaikan
suhu kaca sebesar 1°C, meningkatkan laju pertambahan volume air hasil destilasi
sebanyak 39.76 ml. Secara detail hubungan antara suhu lingkungan,kaca dengan
volume air hasil destilasi dapat dilihat pada grafik dibawah ini.
Grafik
hubungan suhu lingkungan,kaca dengan volume air destilasi
Untuk
hubungan antara selisih suhu lingkungan, kaca dengan volume air yang diperoleh
dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
Grafik
hubungan selisih suhu lingkungan,kaca dengan volume air destilasi
Volume air hasil destilasi berhubungan positif dengan selisih suhu
kaca dan lingkungan. Persamaan regresi hubungan antara selisih suhu lingkungan
dan volume air yang diperoleh adalah
y= 76.935x + 94.231, dimana y adalah rata-rata volume air hasil destilasi dan
x adalah beda suhu antara kaca dengan lingkungan. Setiap kenaikan beda suhu
kaca dan lingkungan sebesar 1°C, meningkatkan laju pertambahan volume air hasil destilasi
sebanyak 76. 94 ml.
4.4. Nilai Ekonomis
Hasil penelitian menunjukan
bahwa ternyata teknologi destilasi dengan menggunakan sinar matahari rata-rata
menghasilkan air tawar dari air laut sebanyak 501.16 ml/hari. Alat ini masih
dapat memproduksi air lebih banyak lagi apabila alat ini lebih dilengkapi
dengan factor-faktor pendukung lainnya serta lama penyinaran matahari lebih
banyak dan intensitas matahari lebih besar. Kondisi ini akan terjadi pada musim
kemarau sekitar bulan Juni - September. Pada bulan – bulan ini sebagian besar
wilayah Indonesia mengalami musim kemarau yang kering. Pada daerah tertentu
atau pulau-pulau kecil ketersediaan air tawar menjadi sangat langka. Oleh
karena itu pemanfaatan teknologi destilasi engan menggunakan sinar matahari ini
menjadi layak dipertimbangkan untuk digunakan
di daerah sulit air.
Teknologi destilasi ini memiliki
keunggulan dalam hal penggunaan energi matahari yang murah dan melimpah.
Ketersediaan alamiah energi panas matahari yang ada telah lebih dari cukup jika dimanfaatkan secara maksimal
(Purnomo dan Adi, 1994). Disamping itu, destilator tenaga surya memiliki desain
dan konstruksi yang sederhana. Mudah dibuat dari bahan –bahan yang tersedia di
desa oleh tenaga lokal. Hampir tidak diperlukan keahlian khusus untuk membuat
dan mengoperasikan teknologi destilasi yang dimaksud.
BAB
V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
KESIMPULAN
Adapun Kesimpulan yang
bisa diambil dari penelitian ini adalah :
1. Volume
air tawar yang dihasilkan dari proses destilasi ini selama enam hari percobaan
adalah sebanyak 3187 ml atau 3,187 liter dimana rata-rata air tawar yang
dihasilkan adalah 531,17 ml/hari.
2. a.
Hubungan antara suhu lingkungan, kaca dengan volume air hasil destilasi dapat
dilihat pada grafik dibawah ini,
b. Hubungan antara selisih suhu
kaca-lingkungan dengan volume air hasil destilasi dapat dilihat pada grafik
dibawah ini,
3. Dengan
melihat volume air yang dihasilkan melalui proses destilasi ini walaupun belum
semaksimal yang diharapkan maka alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat
digunakan untuk membantu kebutuhan masyarakat akan air agar dapat memperoleh
air dengan mudah mengingat nilai ekonomis alat yang digunakan dari proses destilasi ini juga.
5.2.
SARAN
Adapun
saran-saran yang diambil dari penelitian ini adalah :
1. Diharapkan
kepada peneliti selanjutnya agar lebih memperhatikan desain alat yang digunakan
agar air tawar yang dihasilkan nanti lebih maksimal, serta sebelum melakukan
penelitian ini dianjurkan alat,bahan, serta hal-hal lain yang mendukung
keberhasilan penelitian agar disiapkan terlebih dahulu.
2. Diharapkan
kepada masyarakat setempat agar mencoba teknologi ini karena dapat membantu
memenuhi kebutuhan akan air mengingat alat yang digunakan dapat dibuat dengan
mudah dan sangat murah.
makasih ini sangat membantu :)
ReplyDeletetapi gambarnya ga bisa dilihat :(
Gambarnya kok tidak bisa dilihat?
ReplyDeleteNanti dperbaiki yaa,,thanks
ReplyDeletegambarnya gak nampak gan.,, kalo boleh minta filenya dong.. hehe email, sbayu1090@gmail.com
ReplyDeletebang mansur dari falkutas apa ?
ReplyDeleteBoleh tau daftar pustaka untuk kimpraswil,2004 dan marsum,2004 kah
ReplyDelete